ABAD ke-21 diyakini akan menjadi milik Asia. Kebangkitan ekonomi dua raksasa, China dan India, akan membuat sejarah baru perekonomian dunia, sehingga Asia menjadi pusat perhatian dunia. Semua ingin menjadi bagian dari kebangkitan Asia.
Oleh karena itu, berbagai kerja sama ekonomi antarnegara semakin berkembang di Asia. Demikian juga semakin banyak bisnis multinasional masuk Asia, ingin mendapatkan keuntungan dari kebangkitan ekonomi Asia.
Optimisme yang tinggi tersebut telah menumbuhkan percaya diri bangsa Asia lainnya, khususnya emerging economy, bahwa mereka juga bisa bangkit. Bayangkan saja, bangsa Asia yang dulunya adalah jajahan berbagai negara Eropa ataupun Amerika telah bangkit dan siap memimpin dunia, menjadi superpower ekonomi dunia.
Abad ke-19 boleh menjadi milik bangsa Eropa, abad ke-20 milik Amerika Serikat, namun abad ke-21 milik Asia. Tampaknya roda memang berputar. Kebangkitan ekonomi Asia didorong oleh industrialisasi, urbanisasi, dan perdagangan dunia yang tumbuh pesat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi di China dan India.
Apalagi, jumlah penduduk dua negara tersebut lebih dari sepertiga penduduk bumi, membuat kebangkitan ekonomi di China dan India mampu mengubah peta ekonomi dunia, kekuatan ekonomi dunia bergeser, dari Barat ke Timur.
Bayangkan saja ekonomi China yang tumbuh di antara 8-10 persen per tahun selama tiga dekade terakhir, menjadikannya kekuatan ekonomi nomor dua di dunia, dan negara eksportir terbesar di dunia saat ini. Demikian juga India yang ekonominya tumbuh hampir menyamai China, mulai menyusul.
Menurut laporan Goldman Sachs,dari negara anggota BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China) China dan India diperkirakan akan menjadi negara terbesar nomor satu dan tiga di dunia pada 2050, dan menjadi rival dari G-7.
Namun menurut laporan Standard Chartered dalam The Super Cycle Report pada 15 November 2010, disampaikan bahwa China akan menjadi superpower ekonomi pada 2020, negara ekonomi terbesar di dunia, dan India akan menjadi kekuatan ekonomi nomor 3 di dunia pada 2030, menggeser Jepang dan Jerman.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut laporan tersebut, Indonesia bisa menjadi star performer, dengan ekonomi nomor 28 pada 2000,akan menjadi nomor sepuluh pada 2020, dan nomor lima pada 2030. Laporan tersebut menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tujuh persen (hampir) rata-rata per tahun dalam dua dekade yang akan datang.
Ekonomi Indonesia bisa tumbuh pesat dan maju dengan dukungan ekspor sumber daya alam dan industrialisasinya. Selain itu, kedekatan Indonesia dengan China bisa menguntungkan apabila bisa meningkatkan kapasitas manufakturnya dengan produk yang nilai tambahnya tinggi, sehingga bisa memasok kebutuhan China akan barang modal dan penolong.
Oleh karena itu, Indonesia harus bisa mengatasi masalah ekonominya, khususnya infrastruktur buruk yang dihadapinya. Masa depan yang cerah bagi Indonesia juga diramalkan oleh Goldman Sachs yang tahun 2005 menelurkan Next Eleven (N-11), yang diperkirakan akan memiliki kekuatan ekonomi besar seperti BRIC.
Indonesia menjadi bagian dari N-11 tersebut karena memiliki potensi untuk menjadi ekonomi penting jika dapat menjaga pertumbuhan ekonominya yang berkelanjutan, sehingga ekonomi Indonesia bisa berada pada posisi 14 di dunia pada 2025, pada 2050 Indonesia bisa berada pada posisi tujuh, salah satu kekuatan ekonomi dunia.
Namun diperkirakan, Indonesia masih masuk kategori lower middle income countrypada 2050. Selain itu, Indonesia memiliki broad based weakness, memerlukan perbaikan hampir di semua aspek, termasuk dalam stabilitas ekonomi makro, kondisi ekonomi makro, SDM, teknologi, dan politik.
Ini berarti bahwa Indonesia meskipun memiliki potensi untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar pada masa mendatang, perlu menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonominya serta mengatasi masalah ekonominya yang masih banyak.
Oleh karena itu, berbagai kerja sama ekonomi antarnegara semakin berkembang di Asia. Demikian juga semakin banyak bisnis multinasional masuk Asia, ingin mendapatkan keuntungan dari kebangkitan ekonomi Asia.
Optimisme yang tinggi tersebut telah menumbuhkan percaya diri bangsa Asia lainnya, khususnya emerging economy, bahwa mereka juga bisa bangkit. Bayangkan saja, bangsa Asia yang dulunya adalah jajahan berbagai negara Eropa ataupun Amerika telah bangkit dan siap memimpin dunia, menjadi superpower ekonomi dunia.
Abad ke-19 boleh menjadi milik bangsa Eropa, abad ke-20 milik Amerika Serikat, namun abad ke-21 milik Asia. Tampaknya roda memang berputar. Kebangkitan ekonomi Asia didorong oleh industrialisasi, urbanisasi, dan perdagangan dunia yang tumbuh pesat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi di China dan India.
Apalagi, jumlah penduduk dua negara tersebut lebih dari sepertiga penduduk bumi, membuat kebangkitan ekonomi di China dan India mampu mengubah peta ekonomi dunia, kekuatan ekonomi dunia bergeser, dari Barat ke Timur.
Bayangkan saja ekonomi China yang tumbuh di antara 8-10 persen per tahun selama tiga dekade terakhir, menjadikannya kekuatan ekonomi nomor dua di dunia, dan negara eksportir terbesar di dunia saat ini. Demikian juga India yang ekonominya tumbuh hampir menyamai China, mulai menyusul.
Menurut laporan Goldman Sachs,dari negara anggota BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China) China dan India diperkirakan akan menjadi negara terbesar nomor satu dan tiga di dunia pada 2050, dan menjadi rival dari G-7.
Namun menurut laporan Standard Chartered dalam The Super Cycle Report pada 15 November 2010, disampaikan bahwa China akan menjadi superpower ekonomi pada 2020, negara ekonomi terbesar di dunia, dan India akan menjadi kekuatan ekonomi nomor 3 di dunia pada 2030, menggeser Jepang dan Jerman.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut laporan tersebut, Indonesia bisa menjadi star performer, dengan ekonomi nomor 28 pada 2000,akan menjadi nomor sepuluh pada 2020, dan nomor lima pada 2030. Laporan tersebut menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tujuh persen (hampir) rata-rata per tahun dalam dua dekade yang akan datang.
Ekonomi Indonesia bisa tumbuh pesat dan maju dengan dukungan ekspor sumber daya alam dan industrialisasinya. Selain itu, kedekatan Indonesia dengan China bisa menguntungkan apabila bisa meningkatkan kapasitas manufakturnya dengan produk yang nilai tambahnya tinggi, sehingga bisa memasok kebutuhan China akan barang modal dan penolong.
Oleh karena itu, Indonesia harus bisa mengatasi masalah ekonominya, khususnya infrastruktur buruk yang dihadapinya. Masa depan yang cerah bagi Indonesia juga diramalkan oleh Goldman Sachs yang tahun 2005 menelurkan Next Eleven (N-11), yang diperkirakan akan memiliki kekuatan ekonomi besar seperti BRIC.
Indonesia menjadi bagian dari N-11 tersebut karena memiliki potensi untuk menjadi ekonomi penting jika dapat menjaga pertumbuhan ekonominya yang berkelanjutan, sehingga ekonomi Indonesia bisa berada pada posisi 14 di dunia pada 2025, pada 2050 Indonesia bisa berada pada posisi tujuh, salah satu kekuatan ekonomi dunia.
Namun diperkirakan, Indonesia masih masuk kategori lower middle income countrypada 2050. Selain itu, Indonesia memiliki broad based weakness, memerlukan perbaikan hampir di semua aspek, termasuk dalam stabilitas ekonomi makro, kondisi ekonomi makro, SDM, teknologi, dan politik.
Ini berarti bahwa Indonesia meskipun memiliki potensi untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar pada masa mendatang, perlu menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonominya serta mengatasi masalah ekonominya yang masih banyak.
Read More in OkeZone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar